JATIM ZONE – Bunyi palu menempa besi dan percikan api masih menyala di bengkel-bengkel pandai besi Desa Lenteng Barat. Namun, di balik gemuruhnya penempaan logam, para perajin menghadapi tantangan klasik yang menghambat perkembangan usaha warisan leluhur ini, mulai dari keterbatasan modal, alat produksi, hingga strategi pemasaran.
Bapak Ahwi, salah seorang perajin, telah menekuni profesi ini sejak tahun 2015 melanjutkan profesi mertuanya dengan fokus membuat keris. Sementara Bapak Syarif mewarisi usaha ini secara turun-temurun dari orang tuanya dan memproduksi berbagai pusaka serta peralatan pertanian.
“Usaha ini saya jalankan dengan bantuan tenaga kerja. Saya juga sudah bergabung dalam kelompok perajin,” ujar Syarif, yang mempekerjakan dua orang karyawan. Langkah serupa diambil Ahwi yang juga mengandalkan tenaga kerja bantu.
Konsistensi Bahan Baku dan Tantangan Harga
Dalam hal bahan baku, keduanya mengaku tidak mengalami kesulitan yang berarti. Sumber bahan baku mereka beragam, ada yang berasal dari besi lokal (disebut ‘konah’) hingga besi impor, dan kualitasnya dinilai cukup konsisten.
“Alhamdulillah kalau untuk kualitasnya masih konsisten,” kata Syarif.
Peralatan Campuran dan Kendala Produksi
Proses produksi di bengkel mereka menggunakan perpaduan peralatan tradisional dan modern. Namun, kendala teknis seperti pemadaman listrik dan kondisi arang yang basah masih sering mengganggu kelancaran produksi.
“Mati lampu dan arang basah yang mengakibatkan galau,” keluh Syarif mengenai kendala terbesarnya.
Kedua perajin menyatakan bahwa saat ini telah mengadopsi teknologi baru, seperti gerinda listrik, gergaji mesin, atau blower, untuk mempermudah dan meningkatkan efisiensi kerja.
Minat Generasi Muda dan Strategi Pemasaran yang Pasif
Mempertahankan regenerasi menjadi harapan kedua perajin. Syarif menyatakan masih melihat adanya semangat dari generasi muda, sementara Ahwi berharap generasi muda tidak pernah lelah untuk memajukan profesi ini. Apalagi di Desa Lenteng Barat khususnya di kampung yang dikenal dengan kampung Pandian ini mayoritas bekerja sebagai pandai besi.
Sementara untuk pemasaran, mereka mengaku masih mengandalkan metode konvensional, yaitu menunggu pembeli datang langsung ke bengkel. Pelanggan mereka beragam, mulai dari warga lokal hingga pembeli dari luar kota.
“Kesulitan mencari pembeli baru,” tutur Ahwi mengenai tantangan pemasarannya. Meski pernah menerima pesanan dalam jumlah besar, pesanan harian lebih sering dalam skala kecil,” Syarif menambahkan.
Kemandirian Modal dan Harapan akan Bantuan
Modal usaha selama ini sepenuhnya bersumber dari dana pribadi yang dikumpulkan secara perlahan. Mereka belum pernah mengajukan pinjaman ke bank atau lembaga keuangan formal.
“Kalau saya belum pernah mengajukan pinjaman ke bank,” ujar Syarif. Ahwi menambahkan alasannya, “Gak pernah mengajukan pinjaman di karenakan biar tidak pusing.”
Harapan Besar kepada Pemerintah
Meski sudah menggunakan beberapa alat modern, keduanya berharap ada bantuan dari pemerintah untuk menyediakan peralatan serupa sebagai cadangan.
Bantuan alat tersebut diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti ketika peralatan yang mereka miliki mengalami kerusakan, sehingga proses produksi tidak terhambat.
“Dari hati yang paling dalam, kalau misal ada bantuan alat seperti blower dan gergaji listrik, itu sangat berarti bagi saya untuk meningkatkan pekerjaan,” harap Syarif. Ahwi juga berharap ada bantuan di bidang pemasaran agar produknya bisa menjangkau lebih banyak pembeli.
Optimisme Menatap Masa Depan
Meski penuh tantangan, prospek usaha pandai besi di Desa Lenteng Barat tetap dilihat dengan optimis dalam 5-10 tahun ke depan.
“10 tahun ke depan insyaallah tetap lancar, karena memang mayoritas masyarakat sini pekerjaannya memang pandai besi,” kata Syarif.
Harapan terbesar mereka adalah agar budaya kesenian dan kerajinan Nusantara ini dapat terus berlanjut, diwariskan kepada generasi muda, dan memberikan semangat serta nilai ekonomi bagi masyarakat Lenteng Barat.
“Semoga terus berlanjut dan mewariskan budaya kesenian Nusantara,” pungkas Syarif penuh harap.