Surat Cinta untuk Desa Bilapora Rebba, Warga Sudah Swadaya, Tinggal Tunggu Gebrakan Pemerintah

JATIM ZONE – Saya adalah warga Desa Lenteng Barat, tetapi sebagian hidup saya pernah dihabiskan di Desa Bilapora Rebba, Kecamatan Lenteng. Saya pernah bersekolah di sana, menimba ilmu di Madrasah setempat, dan merasakan betul bagaimana masyarakat Bilapora Rebba hidup dengan semangat gotong royong yang kuat.

Namun, ketika melihat jalan di Desa Bilapora Rebba yang bisa dibilang rusak cukup parah tak kunjung diperbaiki, saya tidak bisa tinggal diam. Ini bukan sekadar masalah warga “orang luar” yang ikut campur, melainkan bentuk keprihatinan tulus terhadap desa yang pernah menjadi rumah kedua saya, tempat saya belajar, tumbuh, dan mengenal arti kebersamaan.

Meski kini saya tidak lagi berdomisili di sana, ikatan batin saya tetap kuat. Desa ini bukan sekadar kenangan, tapi bagian dari hidup yang membentuk saya.

Swadaya Warga yang Patut Diapresiasi, tapi Juga Memprihatinkan

Pada Desember 2024 lalu, masyarakat Desa Bilapora Rebba mengambil langkah heroik: mereka bergotong royong memperbaiki jalan rusak secara mandiri, tanpa menunggu bantuan pemerintah. Aksi ini patut diapresiasi, tapi sekaligus memalukan bagi pemerintah setempat.

Bayangkan, di penghujung tahun, ketika biasanya pemerintah sibuk dengan laporan kinerja dan pencapaian, warga Bilapora Rebba, khusunya di Kampung Dusun Taman, justru harus turun ke jalan dengan cangkul dan pacul, memperbaiki infrastruktur dasar yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.

Jalan rusak di Desa Bilapora Rebba ini bukan hanya soal ketidaknyamanan, melainkan pengabaian terhadap hak dasar warga. Jalan yang seharusnya menjadi penghubung untuk bekerja, mengangkut hasil pertanian, mengantar anak-anak ke sekolah, atau sekadar memudahkan silaturahmi, justru dibiarkan seperti medan perang: berlubang, berbatu, dan berbahaya.

Ironisnya, ketika pemerintah desa, kecamatan, hingga kabupaten terkesan tutup mata, warga Bilapora Rebba-dengan segala keterbatasan-harus turun tangan sendiri. Mereka memperbaiki jalan secara swadaya, tanpa bantuan sepeser pun dari pihak yang seharusnya bertanggung jawab.

Di mana peran pemerintah?  Dana Desa seharusnya bisa dialokasikan untuk perbaikan infrastruktur dasar seperti ini. Tapi nyatanya, warga yang harus menguras tenaga dan kocek sendiri. Jika masyarakat kecil bisa bergotong royong dengan dana seadanya, mengapa pemerintah yang punya akses anggaran dan wewenang justru absen? Apakah mereka tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu?

Ironi Pembangunan yang Terlupakan

Padahal, jalan ini adalah urat nadi kehidupan warga Bilapora Rebba untuk akses anak-anak ke sekolah, jalur distribusi hasil pertanian dan penghubung silaturahmi antar warga dan sebagainya.

Namun, pemerintah desa, kecamatan, hingga kabupaten seolah menutup mata terhadap penderitaan warga. Padahal, sejak aksi swadaya Desember 2024 lalu, hingga sekarang (Mei 2025), belum ada tanda-tanda tindak lanjut berarti dari pihak berwenang. Mari kita tunggu gebrakan apa yang akan dilakukan Pemerintah. Atau bakal tetap diam dan membisu?

Saya ingat betul, saat menimba ilmu di Madrasah Darussalam Desa Bilapora Rebba. Di sana mengajarkan nilai-nilai keadilan, kepedulian, dan tanggung jawab. Tapi hari ini, nilai-nilai itu seperti tidak tercermin dalam kebijakan pemimpin setempat. Warga tidak meminta jalan mewah, hanya jalan yang layak. Tapi permintaan sederhana ini seolah dianggap angin lalu.

Ini bukan hanya tentang aspal yang retak, tapi tentang martabat warga yang diabaikan. Saya mungkin tidak lagi tinggal di Desa Bilapora Rebba, tetapi suara hati saya tetap menyatu dengan masyarakat di sana.

Desa Bilapora Rebba pernah mengajarkan saya arti ilmu dan kebersamaan. Kini, saatnya pemerintah belajar arti tanggung jawab dari rakyatnya sendiri.

Sebelum saya tutup catatan ini, saya ingin mengatakan, bahwa Desember 2024 lalu, warga Bilapora Rebba membuktikan masih ada semangat gotong royong. Tapi sampai kapan kita harus mengandalkan swadaya masyarakat, sementara pemerintah yang punya kewenangan dan anggaran justru berdiam diri?

Desa Bilapora Rebba layak mendapat perhatian yang sama seperti desa-desa lain. Jangan biarkan pengorbanan warga bulan Desember lalu menjadi bukti kegagalan pemerintah dalam melayani.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *