JATIM ZONE – Calon Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur (Jatim), Maksudi, menawarkan gagasan baru untuk gerakan PMII, yakni “Equilibrium Sosial-Inklusif”.
Gerakan ini wujud keprihatinan atas kuatnya polarisasi sosial, rendahnya literasi digital, serta lemahnya keseimbangan antara keislaman, keindonesiaan, dan keilmuan dalam tubuh PMII.
Gagasan ini memadukan teori ekonomi Walras dan Marshall, serta teori sosiologi Parsons, dengan kerangka kerja konseptual yang mengintegrasikan nilai-nilai agama, kebangsaan, pengetahuan, dan keberlanjutan.
PMII Sebagai Penyeimbang
“PMII Jatim mesti menjadi penyeimbang. Di sinilah equilibrium kita perankan. Sebuah organisasi Aswaja tak hanya kuat secara ideologis, tapi juga tangguh dalam menjawab tantangan digital, lingkungan, hingga ekonomi kader,” kata Maksudi, Kamis, 29 Mei 2025.
Konsep “Equilibrium Sosial-Inklusif”, kata Maksudi, diterjemahkan dalam 5 misi besar, yakni kaderisasi holistik berbasis potensi zaman, perluasan partisipasi kader di sektor strategis, optimalisasi peran ulama dan umara dalam moderasi beragama, advokasi publik berbasis data dan media kreatif, serta kemandirian organisasi melalui inkubasi wirausaha sosial dan pembentukan BUMKC.
Maksudi mengharapkan PMII tidak hanya organisasi yang bersifat reaktif. Namun, menjadi aktor intelektualitas, aktivisme, dan inovasi sosial.
Menjawab Tantangan Lokal dengan Nalar Global
Maksudi menginginkan PMII Jatim menjadi think tank mahasiswa Islam progresif hari ini dan masa depan.
Itu dapat diwujudkan salah satunya dengan pendirian Sekolah Vokasi PMII Jatim, yang menggabungkan keislaman dengan literasi digital, keterampilan teknis, dan kepemimpinan komunitas.
“Bila kita ingin PMII menjadi center of gravity, kita tidak bisa hanya mengandalkan aktivisme konvensional. Kita harus bisa mendialogkan tradisi dengan teknologi, nilai spiritual dengan data saintifik,” ujarnya.
Toleransi dan Advokasi Lingkungan
PMII Jatim diharapkan lebih besar dalam menjaga kohesi sosial, dengan cara pembentukan Forum Lintas Iman. Ini mendorong insan pergerakan sebagai fasilitator dialog antaragama di lingkungannya.
“PMII harus hadir sebagai perekat bangsa, bukan sekadar penggerak opini sesaat. Kita perlu menyulam kebhinekaan dengan program yang menyentuh akar rumput,” ungkapnya.
Di bidang lingkungan, Maksudi menyoroti pentingnya respons strategis atas krisis ekologi, dengan bentuk advokasi berbasis data.
Kemandirian Ekonomi
Menjawab ketergantungan pendanaan, Maksudi mencanangkan pembentukan BUMKC (Badan Usaha Milik Koordinator Cabang) yang berbasis pada prinsip keuntungan ekonomi, dampak sosial, dan keberlanjutan lingkungan.
Selain itu, ia akan menginisiasi Inkubator Wirausaha Sosial PMII Jatim dan pendanaan kolektif berbasis crowdfunding filantropi kader dan alumni.
“Inilah saatnya kita membangun ekonomi kader. Bukan hanya bicara tentang kritik sosial, tapi menciptakan solusi ekonomi yang membebaskan,” jelasnya.
Menuju Gerakan Transformatif
Sebagai kerangka paradigmatik, Maksudi ingin menempatkan PMII Jatim tidak hanya organisasi kemahasiswaan, melainkan aktor perubahan sosial berbasis nilai-nilai Islam moderat, dinamis, adaptif dan kolaboratif.
“Equilibrium bukan berarti stagnasi. Ini adalah keseimbangan dinamis yang terus menyesuaikan diri dengan tantangan baru. Di sinilah PMII Jatim bisa menjadi laboratorium peradaban,” pungkasnya.